Jumat, 21 September 2012

Engkau yang Terpuruk


Kau…
Tlah kutahui nafasmu
Semua tentangmu
Yang ada dalam dirimu
Kutahu hidupmu tak seperti yang mereka lihat
Begitu rumit, begitu haus akan kedamaian
Namun kutahu, kau mampu tuk berlalu
Karena ketegaran yang kau miliki
Karna kau takkan sendiri
Inilah saatnya…
Tuk kuyakinkan padamu
Bahwa ku ingin selalu ada dalam dukamu
Biar kita menerjang bersama
Dan ku ingin melihat senyuman
Dalam canda dan tawamu

Cerpen yang Gagal


Titik-Titik Putih
Malam ini bintang begitu sepi. Yang terlihat hanyalah temaran cahaya bulan yang belum lama meninggalkan masa sabitnya. Berkemah di tempat ini bukanlah rencana terbaik kami. Bukan karena dikelilingi oleh makam-makam tua, namun karena kondisi lapangan itu sendiri. Begitu becek oleh karena bocornya selang air yang semrawut disamping utara.
Naas sekali, malam ini benar-benar mendung dan gelap. Keterbatasan panitia perkemahan membuatku tak boleh lengah. Ku putuskan untuk berjalan, menyibak keheningan di hutan bambu. Mungkin saja ada yang bisa ku temukan disana.
Ditemani oleh hembusan sang bayu, aku tegaskan lankah kaki ini. Aku tak berbekal senter ataupun petromak, aku justru memilih untuk membawa sebuah kamera digital saja. Entah mengapa, naluriku ingin aku seperti itu.
Langkah demi langkah mulai berjejak, ku susuri hutan bambu yang ada di belakang lapangan ini. Sendirian. Semakin lama, semakin jauh kaki ini mengantarkanku. Tepat ketika mata ini menangkap cahaya dari lampu sebuah sumur tua di belakang rumah warga, langkah kakiku terhenti. Seakan ada yang membisikkan sesuatu, aku mulai menggunakan kamera yang kubawa. Ku foto sekeliling tempat itu.
“Nak!”
Rasanya panca inderaku menangkap hal yang berbeda, hal yang memecahkan gumamku di tempat itu. Ya, karena suara itu, dan karena sebuah tangan tua mendarat tepat di pundakku.
“Sedang apa kau disini? Pulanglah! Ini bukan tempatmu.”
Suara itu begitu menggelegar dan bernada tinggi. Tanpa sempat berkata-kata, kaki ini seakan tak bisa menolak teguran sang kakek. Melangkah begitu cepat, setengah berlari, kemudian aku berlari, sampai akhirnya aku terjatuh di sebuah tempat yang cukup asing bagiku. Tempat yang berpagar  tinggi dengan bertuliskan ‘makam adipati mrapat’. Dan sekali lagi, aku menghidupkan kameraku untuk mengambil gambar tempat yang cukup menakjubkan ini.
Kulanjutkan perjalanan yang kurasa belum menemukan tepian. Tapi mungkin akan lebih baik jika aku kembali ke perkemahan. Sambil berjalan, aku melihat hasil foto di dua tempat tadi.
“Apaan nih? Koq ada titik-titik putih? Wah payah nih kamera! Padahal kan belum lama.”
Mengetahui aku sedang menggerutu, salah seorang pembina, pak erik, menghampiriku.
“Lagi ngapain kamu? Kok bersungut-sungut kaya orang kebakaran jenggot gitu?”
“Saya ngga pernah punya jenggot, pak. Lagian kan saya cewe, mana mungkin punya jenggot?”
“O’iya, bapak lupa! Abisnya kamu lebih ganteng dari saya sih, jadi saya kira kamu cowo.”
*ih, geblek juga nih orang! Lama-lama gue iket di bawah po’on nangka bareng kambing juga nih. Sapa tau ternyata nih orang memendam perasaan mendalam sama si embek*
“ah, bapak becanda! Ini nh, hasil jepret kamera saya jadi jelek banget gini, pak.”
“Coba sini bapak liat!................
Lho, ini sih bukan hasil jepret kameramu yang jelek, tapi kamunya yang jelek.”
*kampret! Ente kira ente lebih cakep dari kambing ane he!?*
“Aduh, serius dong, Pak!”
“Baiklah, Dakem. Ini bukan soal hasil jepret atau kamera kamu yang jelek. Tapi bintik-bintik alias titik titik putih ini namanya ‘ops’.”
“Sejenis ciki-ciki yang udah jarang dijumpai itu ya, Pak?”
“Bukan ops makanan, Ndalo! Dasar pikiranmu makan melulu.........
Ops itu semacem penampakan makhluk halus yang secara sengaja atau mungkin enggak sengaja menampakkan diri.”
“Tapi disana saya nggak liat hantu maupun dedemit, Pak.”
“Ya, maka dari itulah. Gambar makhluk halus yang ditangkap kamera ini pun kurang sempurna. Jadi yang bisa kita lihat ya Cuma bintik-bintik putih ini.
Tapi kalo foto ini kita pindahin ke laptop, nanti gambar aslinya bisa kebaca kok.”
“Maksudnya, Pak?”
“Ya, kalo dilihat di laptop, ops ini bakal ketauan wujud aslinya. Misalkan itu sosok perempuan, binatang seperti macan, atau mungkin ya sosoknya serem banget kaya kamu gitu.”

Kata Hati


Menurut gue, yang namanya kata hati tuh bisikan yang terdengar begitu lirih yang datangnya Cuma di waktu-waktu tertentu. Kata hati nggak bisa kita paksa untuk dateng seperti maunya kita, tapi yang jelas, kata hati bakal dateng di waktu yang selalu tepat.
Gue tau, terkadang kita bingung, seperti apa sih yang bisa kita sebut sebagai kata hati? Itu loh, yang katanya suatu feeling yang seyogyanya kita ikutin.
Oke..... Menurut gue sendiri (sebagai penulis postingan ini), kata hati bisa kita raba dengan beberapa kriteria yang menjadi corak khasnya. Salah satunya (mungkin), “kata hati tuh suka berbisik sayup-sayup disaat kondisi kita bener-bener lagi kacau”.
Nah, kita bisa sebut itu sebagai kata hati, kalo si bisikan sayup-sayup itu makin lama makin ngasih efek ke pikiran kita. Seakan-akan, dia minta sepetak ruang dari otak kita, tentunya untuk dia singgahi (ya, mungkin inilah triknya, supaya kita bisa pertimbangin/ mikir-mikir tentang bisikan sayup-sayup alias kata hati itu).
Saran gue nih..... kalo ente pernah ngerasain hal kayak gitu, mending percaya apa kata orang deh! Jadi, kita turutin apa maunya si kata hati itu. Meski kadang rasanya aneh dan keliatan merugikan posisi kita. Tapi yakin dulu deh! Kalo kita udah mau mencoba, dan mantep sama kata hati kita, mudah-mudahan nggak ada lagi tuh yang namanya “ababil galau”. Heheheee
Oke, untuk terakhir ini, gue cuman mau ngingetin....
Apapun yang terjadi, semua adalah kehendak Tuhan. So, kata hati kita nggak akan pernah berkata salah. Hanya saja, mungkin untuk beberapa kasus, yang namanya kata hati adalah sketsa maya dari Tuhan, yang tujuannya nggak lain dan nggak bukan adalah untuk memberitahu kita, kemana kita harus berjalan menuju takdir yang udah digariskan-Nya.

BeTe


Ya, satu kata yang terdiri dari empat huruf itu rasanya terangkai dengan begitu aja.
Namanya emang nggak puitis banget!
Tapi, buat gue.... Emmm, bete  adalah keadaan maha dahsyat yang ngebikin hati dan pikiran gue terus bergejolak. Mencoba mencari-cari apa yang salah di hidup gue. 'Kenapa sampe gue jadi bete?'
Ahh, ya... Ngelamun aja rasanya jadi ogah! Tapi, kalo nggak ngelamun juga gue mau ngapain?
Ketika gue bener-bener ngelamun -ya pas lg bete nglamunnya gitu-, seketika gue merasa jadi orang yang paling bener. Tapi, ketika otak gue muter dikit, seketika itu pula, gue ngerasa jadi orang yang paling bego!
"kenapa juga gue begitu?". Ya, itulah bisikan yang sering muncul ketika gue bete. Dimana di satu sisi, gue pengen menyalahkan semua orang -ya, dengan alasan apapun! Pokoknya biar orang tau gimana rasanya jadi gue yang: marah, sedih, bingung, curigaan, takut, gelisah, dan gimana kalo keliatan klimaks abis, anggep aja semua itu jadi satu? Nghehehee-. Tapi, di sisi lain, gue tau, gue nggak punya hak apa-apa untuk nyalahin kehidupan orang lain.
Buat gue, istilah bete adalah ungkapan simpel yang mungkin ketika gue ungkapin ke orang, si orang itu nggak akan menggubris kata bete yang gue maksud itu sebagai hal yang ‘wooo’.
Tapi biarin deh! Gue lebih suka begitu... Gue nggak mau terlalu dicerewetin orang, hanya karena ke-bete-an yang gue ungkapin ke dia. Ada baiknya mungkin, kalo orang yang lagi bete emang mending didiemin aje deh! Coz, diajak ngobrol pun paling dia cuma planga-plongo! Ya, maksud gue, kita kan nggak tau pikiran dia lagi ada dimana. Aduh, yang namanya orang bete malah mungkin aja ngga punya pikiran gitu. Jadi takutnya, ntar kalo udah sadar, si orang yang bete itu malah  ngerasa nggak enak gara gara ngebikin orang lain ikutan bete juga kan malah berabe!
So, menurut gue, bete itu ngga bisa diobati, tapi biarin ilang sendiri aja.
Tapi, friends... Menurut gue, bete itu bisa dicegah sedari dini. Engngngngng, harus pake semacem imunisasi gitu... Suntikin terus pikiran positif di diri kalian! Jangan lupa, suplemen semangat untk melakukan aktifitas-aktifitas positif juga harus diminum secara rutin! Mudah-mudahan, bete ngga berani muncul deh... Nyheheeee J