Jumat, 01 April 2016

Children and New Media di Indonesia

Children and New media merupakan sebuah kajian teori yang digagas oleh David Buckingham. David membahas mengenai bagaimana kehadiran new media khususnya seperti media digital (komputer, gadget, dan internet) telah membawa pengaruh besar terhadap anak-anak dan tumbuh kembangnya terhadap lingkungan sosial baik di dalam rumah, maupun di lingkungan bermainnya bersama teman-teman yang sebaya. Pemikiran David juga disertai dengan beberapa pendapat pakar-pakar yang berkompeten. Respon para ahli terhadap fenomena teknologi/new media/digital media dalam kaitannya dengan aspek pendidikan khususnya dan atau culture anak-anak dibedakan menjadi dua pandangan yaitu pandangan posistif dan negatif.
Dari segi positif, beberapa pakar berpandangan bahwa new media memiliki dampak yang baik terhadap perkembangan anak-anak terutama dari segi pendidikan sebagaimana yang dikatakan oleh Spigel (1992),
Kuba (1986), dan Seymour Papert (1993). Seymour Papert berpendapat bahwa komputer membawa bentuk-bentuk baru dalam pembelajaran, yang melampaui keterbatasan metode linear yang lebih tua seperti media cetak dan televisi. Sedangkan di sisi lain, media baru juga memiliki pengaruh terhadap perkembangan pemikiran anak, mereka bisa menjadi lebih demokratis dan bijak dalam mengambil keputusan atau pilihan. Tokoh yang setuju dengan pemikiran ini antara lain Jon Katz (1996), Don Tapscott (1997), dan Nixon (1998). Don Tapscott (1997) berpendapat bahwa, “internet dapat menciptakan 'generasi elektronik' yang lebih demokratis, lebih imajinatif, lebih bertanggung jawab secara sosial dan lebih baik dalam penerimaan informasi dari generasi sebelumnya”. Sedangkan dalam diskusi kelas Teknologi Komunikasi (31/3/2016) setidaknya terdapat beberapa dampak positif yang dibawa oleh new media yaitu: menciptakan generasi yang berwawasan luas baik ilmu maupun pertemanannya, sebagai sarana edukasi dan media tumbuh kembang anak (untuk referensi dan media e-learning), dan game online yang dapat membuat anak-anak mampu mengembangkan strategi dan berpikir kreatif.
Sayangnya, keberadaan new media (digital media) juga membawa dampak negatif. Hal ini dikemukakan oleh beberapa pakar seperti Provenzo (1991), Griffiths (1996), Tobin (1998), Schor (2004), dan Green & Bigum (1993). Kebanyakan dari mereka berpendapat bahwa new media dapat mempengaruhi anak-anak untuk melakukan kekerasan atau berkelahi, antisosial, kemerosotan moral dan ideologi, bahkan Griffiths (1996) meyakini bahwa game online dapat menyebabkan penyakit epilepsi. Bermain game dipandang dapat menyebabkan stereotip tradisional dan mendorong kekerasan laki-laki terhadap perempuan. Sementara itu, ada peningkatan kecemasan tentang aksesibilitas pornografi di Internet, dan tentang bahaya anak-anak yang tergoda oleh pedofil online. Dan akhirnya, ada kekhawatiran tentang praktek pemasaran online untuk anak-anak, baik melalui penjualan langsung dan melalui pengumpulan data riset pasar (Schor, 2004). Sedangkan dalam diskusi kelas Teknologi Komunikasi (31/3/2016) juga terdapat beberapa dampak negatif yang dibawa oleh new media seperti: menyebabkan anak-anak menjadi antisosial, melupakan pendidikan wajib (formal), memunculkan cybercrime dan cyberbullying, keberadaan game online akan menggeser atau bahkan memusnahkan permainan tradisional, pornografi, dan akhirnya kemerosotan moral anak-anak karena sibuk dengan dunianya sendiri dan tidak mau belajar dari lingkungan di sekitar.
PENTINGNYA PEMBAHASAN CHILDREN AND NEW MEDIA DALAM KONTEKS KAJIAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DI INDONESIA
Meskipun kita tidak bisa memungkiri bahwa sebenarnya kehadiran new media turut membawa kontribusi terhadap kemajuan pendidikan seperti luasnya informasi dan pengetahuan yang bisa diakses dengan mudah oleh anak-anak untuk memperkaya wawasannya, di sisi lain kehadiran new media pun membawa ancaman yang cukup serius terhadap tumbuh kembang anak-anak dari berbagai aspek khususnya sosial dan psikologis. Oleh karena itu, pembahasan mengenai chapter ini menjadi sangat penting untuk kita kaji bersama-sama khususnya di Indonesia mengingat beberapa hal sebagaimana penjelasan di bawah ini :
1.      Mayoritas penduduk Indonesia merupakan penduduk usia muda dan populasi anak-anak yang semakin meningkat dari tahun ke  tahun.
Survei Antar Sensus Badan Pusat Statistik/BPS (2005) menunjukkan bahwa usia anak-anak khususnya 5-9 tahun dan 10-14 tahun telah mendominasi dengan jumlah yang fantastis yaitu diatas 21 juta jiwa. Pada tahun 2010, sekitar 19 persen penduduk Indonesia adalah anak-anak yang umurnya di bawah sepuluh tahun, sekitar 37 persen di bawah dua puluh tahun dan sekitar setengah populasi Indonesia berusia di bawah tiga puluh tahun.
2.      Meningkatnya konsumsi masyarakat terutama terhadap produk-produk elektronik seperti gadget.
Dikutip dari teknologi.viva.co.id, pengeluaran konsumen untuk permintaan smartphone (telepon pintar) dan TV layar datar adalah sebesar 19% untuk tahun 2011. Kini, bahkan di desa-desa seperti desa Kanding (di kabupaten Banyumas) pun bahkan para orang tua seakan merasa bangga ketika anak-anakknya mahir bermain perangkat teknologi terbaru. Sedangkan dengan alasan yang lain, para orang tua membiarkan anak-anak mereka asyik bermain game di gadget masing-masing agar para orang tua dapat melakukan aktivitas lain tanpa perlu diganggu oleh anak-anaknya. Berikut adalah potret anak-anak desa saya yang sedang asyik bermain telepon genggam: https://www.instagram.com/p/rT505PsV9g/?taken-by=kiki_lukita

3.      Keterbukaan masyarakat Indonesia terhadap hal-hal baru (internet)
Sekitar 20% pengguna smartphone di Indonesia disebutkan mengonsumsi data dengan kuota besar, sekitar 249 MB/hari, yang dikategorikan sebagai penggila/rakus data. Mereka banyak menginstal aplikasi dan permainan (game) di smartphone mereka.
Tak hanya itu, 19% dari pengguna smartphone dikategorikan sebagai penggemar game. Mereka memakai ponsel pintarnya untuk bermain game lebih dari 1,5 jam sehari. Menariknya lagi, 14% pengguna smartphone yang didominasi oleh perempuan menghabiskan hampir satu jam setiap hari di jejaring sosial, chatting dan aplikasi VoIP, yang dikategorikan sebagai Bintang Sosial.
Berdasarkan penelitian, secara rata-rata, penguna smartphone menghabiskan waktu 129 menit per hari untuk menggunakan ponsel pintar, dengan rata-rata total penggunaan data 197 Mb/hari. (http://tekno.liputan6.com/read/2381876/20-pengguna-smartphone-di-indonesia-rakus-konsumsi-data)

Dari kutipan di atas, sangat menyedihkan memang. Sudah seharusnya kita kembali membangkitkan semangat kebersamaan dan jangan sampai apa yang dikatakan oleh Marshall McLuhan menjadi kenyataan bahwa pada dasarnya manusia memanglah yang menciptakan teknologi, namun pada akhirnya teknologilah yang kelak akan menyetir kita.


Sumber:
Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006, Handbook of New Media: Social Shoping and Social Consquences of ITCs, Sage Publication Ltd. London.
Chapter 3, “Children and New Media”. By David Buckingham.

http://tekno.liputan6.com/read/2381876/20-pengguna-smartphone-di-indonesia-rakus-konsumsi-data
http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/244375-konsumsi-elektronik-indonesia-naik-14

http://www.ykai.net/index.php?option=com_content&view=article&id=158:jumlah-penduduk-menurut-golongan-umur-dan-jenis-kelamin&catid=105:tabel&Itemid=119

Tidak ada komentar:

Posting Komentar